Posted on 9 Juli 2012 by virouz007
Suatu
ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah
seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya
gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang
yang tak bahagia.
Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak
Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil
segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air.
Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba,
minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..”, ujar Pak tua itu.
“Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.
Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk
berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua
orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi
telaga yang tenang itu.
Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga
itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan
tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. “Coba, ambil air dari
telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak
Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”.
“Segar.”, sahut tamunya.
“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?”, tanya Pak Tua lagi.
“Tidak”, jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia
lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.
“Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam
garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama,
dan memang akan tetap sama.
“Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah
yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat
kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita.
Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada
satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya.
Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”
Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. “Hatimu, adalah wadah
itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung
segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah
laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya
menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”
Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan
Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam”, untuk
anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.
Posted on 9 Juli 2012 by virouz007
Suatu ketika saya bertemu dengan seorang nenek. Dia, yang yang ringkih
dengan kebaya bermotif kembang itu, tampak sedang memegang sebuah
kantong plastik. Hitam warnanya, dan tampak lusuh. Saya duduk
disebelahnya, di atas sebuahmetromini yang menuju ke stasiun KA.
Dia sangat tua, tubuhnya membungkuk, dan kersik di matanya tampak
jelas. Matanya selalu berair, keriputnya, mirip dengan aliran sungai.
Kelok-berkelok. Hmm…dia tampak tersenyum pada saya. Sayapun balas
tersenyum. Dia bertanya, mau kemana.
Saya pun menjawab mau kerja, sambil bertanya, apa isi plastik yang dipegangnya.
Minyak goreng, jawabnya. Ah, rupanya, dia baru saja mendapat jatah
pembagian sembako. Pantas, dia tampak letih. Mungkin sudah seharian dia
mengantri untuk mendapatkan minyak itu. Tanpa ditanya, dia kemudian
bercerita, bahwa minyak itu, akan dipakai untuk mengoreng tepung buat
cucunya. Di saat sore, itulah yang bisa dia berikan buat cucunya.
Dia berkata, cucunya sangat senang kalau digorengkan tepung. Sebab,
dia tak punya banyak uang untuk membelikan yang lain selain gorengan
tepung buatannya. Itupun, tak bisa setiap hari disajikan. Karena, tak
setiap hari dia bisa mendapatkan minyak dan tepung gratis.
Degh. Saya terharu. Saya membayangkan betapa rasa itu begitu indah.
Seorang nenek yang rela berpanas-panas untuk memberikan apa yang terbaik
buat cucunya. Sang nenek, memberikan saya hikmah yang dalam sekali.
Saya teringat pada Ibu. Allah memang maha bijak. Sang nenek hadir untuk
menegur saya.
Sudah beberapa saat waktu sebelumnya, saya sering melupakan Ibu.
Seringkali makanan yang disajikannya, saya lupakan begitu saja. Mungkin,
karena saya yang terlalu sok sibuk dengan semua urusan kerja. Sering
saat pulang ke rumah, saya menemukan nasi goreng yang masih tersaji di
meja, yang belum saya sentuh sejak pagi.
Sering juga saya tak sempat merasakan masakan Ibu di rumah saat
kembali, karena telah makan di tempat lain. Saya sedih, saat
membayangkan itu semua. Dan Ibu pun sering mengeluh dengan hal ini. Saya
merasa bersalah sekali. Saya bisa rasakan, Ibu pasti memberikan harapan
yang banyak untuk semua yang telah dimasaknya buat saya. Tentu, saat
memasukkan bumbu-bumbu, dia juga memasukkan kasih dan cintanya buat
saya.
Dia pasti juga akan menambahkan doa-doa dan keinginan yang terbaik
buat saya. Dia pasti, mengolah semua masakan itu, mengaduk, mencampur,
dan menguleni, sama seperti dia merawat dan mengasihi saya. Menyentuh
dengan lembut, mengelus, seperti dia mengelus kepala saya di waktu
kecil.
***
Metromini telah sampai. Setelah mengucap salam pada nenek itu, saya pun
turun. Namun, saya punya punya keinginan hari itu. Mulai esok hari, saya
akan menyantap semua yang Ibu berikan buat saya. Apapun yang
diberikannya. Karena saya yakin, itulah bentuk ungkapan rasa cinta saya
padanya. Saya percaya, itulah yang dapat saya berikan sebagai
penghargaan buatnya.
Saya berharap, tak akan ada lagi makanan yang tersisa. Saya ingin membahagiakan Ibu. Terima kasih Nek
Posted on 9 Juli 2012 by virouz007
ALLAHU AKBAR !! ternyata kehancuran gedung WTC sudah tertulis dlm Al Qur’an…
Siapa sangka Kejadian 11 september 2001 ini terdapat dalam Al- Quran.
Ternyata Allah telah memberikan kabarnya 14 abad yang lalu tanpa
diketahui oleh manusia. Ini adalah salah satu mukjizat Al-Qur’an yang
telah membuktikan kejadian pada masa yang akan datang. Tragedi WTC ada
dalam Surah At-Taubah Ayat 109 : Terjemahan “Maka apakah orang-orang
yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada Allah dan
keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang- orang yang mendirikan
bangunannya di tepi jurang yang runtuh , lalu bangunannya itu jatuh
bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam. Dan Allah tidak
memberikan petunjuk kepada orang-orang yang Zalim.” Disitu disebutkan
keruntuhan sebuah bangunan karena yang mendirikannya adalah orang -orang
yang zalim.
Pada Surah At-Taubah di atas telah disebutkan kata ditepi jurang yang
runtuh yang dalam arabnya “JURUFIN HAR”. ulama tafsir dulu
menterjemahkan kata ini sebagai “tepi jurang yang runtuh” ternyata 14
abad kemudian kata tersebut menjadi nama sebuah jalan dikota New York
tempat berdirinya WTC, iaitu : Jalan JERF HAR. Subhanallah!! Kita ingat
kejadian Gedung WTC runtuh pada tanggal 11-9-2001 . Mari kita lihat
beberapa kesamaan (yang mestinya bukan hanya kebetulan semata-mata ) :
1. Tanggal 11 adalah tanggal terjadinya tragedi WTC , apakah suatu kebetulan bila surat At Taubah terletak pada juz ke 11 .
2. Bulan terjadinya tragedi itu adalah bulan September (bulan ke 9) ,
apakah secara kebetulan jika surat At Taubah berada pada urutan ke 9
dari Alquran.
3. Tahun terjadinya tragedi itu adalah tahun 2001 , apakah secara
kebetulan pula bila jumlah huruf dalam surat At Taubah terdiri dari 2001
huruf.
4. Jumlah tingkat di gedung WTC ada 109 tingkat, sekali lagi apakah
mungkin kebetulan – berulang sampai 4 kali – bila hal tersebut sudah
tertulis dalam Surah At Taubah ayat 109 .
SubhanAllah, Maha Suci Allah dan sungguh benar Muhammad adalah
Rasul-Mu ! Sungguh benarlah firman-Mu : “Kami akan memperlihatkan kepada
mereka tanda-tanda ( kekuasaan) Kami di segenap penjuru langit dan pada
diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahawa Al Qur’an itu
adalah benar. (Al Qur’an, surah Al Fushshilat 53) Maha benar Allah
dengan segala firman-Nya. Allahu Akbar !
” Wallahu a’lam
والله أعلم
Posted on 11 April 2012 by virouz007
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Sebenarnya cerita ini sudah banyak
tersebar di banyak blog dan tempat lain, tapi… saya hanya ingin berbagi
kepada sahabat semuanya satu kisah yang membuat saya terharu saat
pertama kali membacanya….
Semoga kita senantiasa mampu mengingat dan memaknai cerita ini untuk terus berbenah dan menjadi berbekal,
Suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh
seorang wanita kafir. Ketika itu baginda bersama beberapa orang sahabat.
Wanita itu membawa beberapa biji buah limau sebagai hadiah untuk
baginda. Cantik sungguh buahnya. Siapa yang melihat pasti terliur.
Baginda menerimanya dengan senyuman gembira. Hadiah itu dimakan oleh
Rasulullah SAW seulas demi seulas dengan tersenyum.
Biasanya Rasulullah SAW akan makan
bersama para sahabat, namun kali ini tidak. Tidak seulas pun limau itu
diberikan kepada mereka. Rasulullah SAW terus makan. Setiap kali dengan
senyuman, hinggalah habis semua limau itu. Kemudian wanita itu meminta
diri untuk pulang, diiringi ucapan terima kasih dari baginda.
Sahabat-sahabat agak heran dengan sikap
Rasulullah SAW itu. Lalu mereka bertanya. Dengan tersenyum Rasulullah
SAW menjelaskan “Tahukah kamu, sebenarnya buah limau itu terlalu masam
semasa saya merasainya kali pertama. Kiranya kalian turut makan bersama,
saya bimbang ada di antara kalian yang akan mengenyetkan mata atau
memarahi wanita tersebut. Saya bimbang hatinya akan tersinggung. Sebab
itu saya habiskan semuanya.”
Begitulah akhlak Rasulullah SAW. Baginda
tidak akan memperkecil-kecilkan pemberian seseorang biarpun benda yang
tidak baik, dan dari orang bukan Islam pula. Wanita kafir itu pulang
dengan hati yang kecewa. Mengapa? Sebenarnya dia bertujuan ingin
mempermain-mainkan Rasulullah SAW dan para sahabat baginda dengan hadiah
limau masam itu. Malangnya tidak berjaya. Rancangannya di’tewas’kan
oleh akhlak mulia Rasulullah SAW.
Posted on 22 Februari 2011 by virouz007
“Bunda, kenapa Allah gak kasih kita hidup enak yah?” tanya seorang anak pada ibunya.
“Mungkin karena Allah amat sayang sama kita,” jawab bundanya dengan santun.
“Begitu ya, bunda?” Anaknya berujar.
“Iya, nak. Allah amat sayang sama kita,
Allah gak mau kita terlena sama nikmat dunia,” sambil meneteskan air
mata Bundanya berujar pelan.
Sore pun menjelang, bersiaplah Umar kecil
untuk pergi ke masjid dekat rumahnya. Mengenakan peci kesayangannya dan
kain sarung yang agak kumal. Langkahnya berpacu dengan suara iqamah
petang itu.Dari sudut jendela, bundanya tertegun melihat anaknya amat riang mendengar panggilan Allah itu.
“Ayo, nak, bergegas. Jangan sampai kau telat shalat maghrib ini!” teriak bundanya dari balik jendela.
“Iya, Bunda. Assalamu’alaikum. ..” jawab Umar.
Bangga rupanya bunda Umar ini, melihat
pelita kecilnya rajin ibadah. Matanya berkaca-kaca saat teringat
Ramadhan tahun yang lalu.
“Sayang, andai kau lihat anak kita saat ini, dia lucu sekali,” gumam bunda Umar dalam hati.
Melayang pikiran bunda Umar, mencoba
mengingat setahun yang lalu di kamar ini. Selepas ia tunaikan shalat
maghrib, diraihnya Mushaf kecil agak kusam lalu air matanya menetes
perlahan.
“Sayang, aku rindu saat-saat itu,” lirihnya pelan sebelum membaca Ar-Rahman malam itu.
“Andai kau ada di sini sayang, melihat
tingkah Umar yang lucu. Memegang pipinya yang tembem, kau elus rambutnya
yang lebat. Akhhh… Betapa nikmat, sayang. Andai Allah berikan
kesempatan kita berkumpul kembali, menikmati lantunan suaramu saat kau
jadi Imam kami, kau bacakan surat kesukaanmu, kau do’akan kami semua
agar kami sehat selalu. Kau berikan tanganmu untuk kukecup tanda baktiku
untukmu. Kau elus kepala imut Umar, sayang. Andai kesempatan itu
kembali terulang.”
“Bunda, kenapa nangis?” dielusnya pipi putih Bunda oleh Umar.
“Bunda gak apa-apa kok, nak. Bunda cuma kangen sama ayah,” sambil dikecupnya kening Umar yang baru pulang dari masjid.
“Bunda, emang ayah ke mana?” tanya polos Umar.
Sambil menitikan air mata, Bunda pun membelai kepala kecil Umar.
“Ayah udah ketemu sama Allah, nak. Ia
tersenyum di sana. Ayah titip pesen kalo Umar harus jaga Bunda. Kau mau,
nak?” tanya Bunda sambil mengusap air mata.
“Mau, Bunda. Bunda kesayangan Umar. Umar pastiii jagaa bunda,” sambil tersenyum riang Umar menjawab.
Tawa kecil pun meledak di malam sunyi itu.
“Ayo, nak. Mari kita tidur. Besok pagi-pagi kita temui ayah. Umar harus janji sama ayah bakal jaga Bunda ya?” ajak Bunda.
“Iya, Bunda. Umar janji jaga Bunda,” mata Umar pun seraya tertutup.
“Masya Allah…” teriakku terbangun dari
tidur. Tak terasa sudah hampir 3 jam aku tertidur amat pulas. Sesaat
tersadar kalau malam ini, aku bermimpi bertemu Umar dan suamiku.
“Allahu akbar…” tak terasa aku kembali meneteskan air mata.
Terkenang semua yang pernah terjadi malam ini, kecelakaan yang merengut kedua belahan jiwa membuatku kembali menitikan air mata.
Masih ingat olehku, bagaimana senyum
manis Umar sebelum berangkat shalat ke masjid. Masih ingat olehku,
bagaimana suamiku mencium keningku sebelum aku pergi tidur.
“Tuhan… Jaga belahan Jiwaku. Berilah
mereka tempat yang lapang, ya Rabb. Kumpulkan mereka sebagai umatmu yang
bertakwa. Tuhan… Kumpulkan kami kembali di JannahMu. Aku rindu Umar…”
do’aku lirih menutup qiyamul lail malam ini.
Bunda sayang kalian… Tunggu bunda yah! Kita pasti akan bertemu kembali, sayang.
Laa ilaaha illaa annta subhaanaka inni kunntu minazhahaalimin. ..Laa haula walaa quwwata illaa billaahil’aliyyil’ azhim
Semoga kita bisa mengambil hikmah dari membaca notes ini
Silahkan
SHARE ke rekan anda untuk berbagi.
Posted on 22 Februari 2011 by virouz007
Buat
para suami-suami, seringkali kita memperdebatkan dan memperbincangkan
permasalahan yang berkaitan dengan kebahagiaan berumah tangga.
Seorang bapak (suami), pernah bertanya
dalam sebuah dialog interaktif konsultasi keluarga di sebuah situs Islam
lokal, tentang bagaimana mendapatkan kasih sayang dan pengabdian istri.
Dan yang tidak kalah ‘heboh’, tidak sedikit pertanyaan yang
ujung-ujungnya ingin melakukan poligami dengan berbagai alasan tentunya.
Poligami, jelas sangat diperbolehkan dan
dicontohkan oleh baginda Rasul meski pun dalam tradisi dan budaya
masyarakat kita, beristri lebih dari satu masih merupakan hal yang
dianggap tidak lazim bahkan tabu.Namun
sepertinya, ada hal yang sering terlupakan oleh para suami, sudahkah
kita mencontoh Rasulullah dalam urusan romantisme berumah tangga?
Sehingga Nabi SAW karena romantismenya yang luar biasa terhadap para
istri beliau tidak pernah kita mendengar ada masalah yang besar dalam
rumah tangga bersama para istrinya.
Jadi, untuk sementara kesampingkan dulu
masalah seperti ketidakbahagiaan beristri yang usianya lebih tua, rumah
tangga tidak harmonis, sehingga memunculkan wacana yang saat ini sedang
ngetrend; poligami.
Padahal sesungguhnya jika kita mau merenunginya kembali, bisa jadi permasalahan utamanya sangat sederhana; kita kurang romantis!
Mari kemudian kita cermati tauladan dari
Rasulullah, manusia agung yang sangat romantis terhadap istri-istrinya
sebelum kita bicarakan niat atau kemungkinan untuk berpoligami.
Rasulullah SAW adalah contoh yang terbaik
seorang suami yang mengamalkan sistem Poligami. Baginda Nabi sangat
romantis kepada semua istrinya.
Dalam satu kisah diceritakan, pada suatu
hari istri-istri Rasul berkumpul ke hadapan suaminya dan bertanya,
“Diantara istri-istri Rasul, siapakah yang paling disayangi?”.
Rasulullah SAW hanya tersenyum lalu berkata, “Aku akan beritahukan kepada kalian nanti”
Setelah itu, dalam kesempatan yang
berbeda, Rasulullah memberikan sebuah kepada istri-istrinya
masing-masing sebuah cincin seraya berpesan agar tidak memberitahu
kepada istri-istri yang lain.
Lalu suatu hari hari para istri
Rasulullah itu berkumpul lagi dan mengajukan pertanyaan yang sama. Lalu
Rasulullah SAW menjawab, “Yang paling aku sayangi adalah yang kuberikan cincin kepadanya”.
Kemudian, istri-istri Nabi SAW itu tersenyum puas karena menyangka
hanya dirinya saja yang mendapat cincin dan merasakan bahwa dirinya
tidak terasing.
Masih ada amalan-amalan lain yang bisa
dilakukan untuk mendapatkan suasana romatis seperti yang dicontohkan
Rasulullah SAW. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Apabila pasangan suami istri berpegangan tangan, dosa-dosa akan keluar melalui celah-celah jari mereka”.
Rasulullah SAW selalu berpegangan tangan dengan Aisyah ketika di dalam rumah. Beliau acapkali memotong
kuku istrinya, mandi janabat bersama, atau mengajak salah satu istrinya
bepergian, setelah sebelumnya mengundinya untuk menambah kasih dan
sayang di antara mereka.
Baginda Nabi SAW juga selalu memanggil istri-istrinya dengan panggilan yang menyenangkan dan membuat hati berbunga-bunga. “Wahai si pipi kemerah-merahan” adalah contoh panggilan yang selalu beliau ucapkan tatkala memanggil Aisyah.
Itulah sedikit contoh romantisme
Rasulullah SAW yang dapat kita teladani dan praktekkan dalam kehidupan
berumah tangga. Tentu, masih banyak contoh romantisme lainnya.
Kepada suami-suami yang baik, mulailah bersikap lembut dan berupaya membuat sang istri selalu mengembang senyumnya. Peganglah
tangan istri anda setiap waktu, setiap kesempatan. Begitu pula para
istri-istri yang sholehah, peganglah juga tangan suami anda untuk
menghapuskan segala dosa-dosa.
Jadi, jika kita bisa meniru romantisme
ala Rasul, sehingga istri pun membalas dengan yang tidak kalah
romantisnya, masalah mana lagi yang sempat mampir dalam bahtera rumah
tangga kita?
Ibarat kata, tidak ada makanan di rumah pun bisa diselesaikan berdua dengan tetap tersenyum, bukan begitu?
Semoga kita bisa mengambil hikmah dari membaca notes ini
Silahkan
SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat
Posted on 22 Februari 2011 by virouz007
Imam Ghazali terbangun pada dini
hari dan sebagaimana biasanya melakukan shalat dan kemudian beliau
bertanya pada adiknya, “Hari apakah sekarang ini?”
Adiknya pun menjawab, “Hari senin.”
Beliau kemudian memintanya untuk mengambilkan sajadah putihnya, lalu
beliau menciumnya, Menggelarnya dan kemudian berbaring diatasnya s…ambil
berkata lirih, “Ya Allah, hamba mematuhi perintahMu,”
… dan beliau pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Di bawah bantalnya mereka menemukan bait-bait berikut, ditulis oleh Al-Ghazali ra., barangkali pada malam sebelumnya.
“Katakan pada para sahabatku, ketika mereka melihatku, mati Menangis untukku dan berduka bagiku
Janganlah mengira bahwa jasad yang kau lihat ini adalah aku
Dengan nama Allah, kukatakan padamu, ini bukanlah aku,
Aku adalah jiwa, sedangkan ini hanyalah seonggok daging
Ini hanyalah rumah dan pakaian ku sementara waktu.
Aku adalah harta karun, jimat yang tersembunyi,
Dibentuk oleh debu ,yang menjadi singgasanaku,
Aku adalah mutiara, yang telah meninggalkan rumahnya,
Aku adalah burung, dan badan ini hanyalah sangkar ku
Dan kini aku lanjut terbang dan badan ini kutinggal sbg kenangan
Puji Tuhan, yang telah membebaskan aku
Dan menyiapkan aku tempat di surga tertinggi,
Hingga hari ini , aku sebelumnya mati, meskipun hidup diantara mu.
Kini aku hidup dalam kebenaran, dan pakaian kubur ku telah ditanggalkan.
Kini aku berbicara dengan para malaikat diatas,
Tanpa hijab, aku bertemu muka dengan Tuhanku.
Aku melihat Lauh Mahfuz, dan didalamnya ku membaca
Apa yang telah, sedang dan akan terjadi.
Biarlah rumahku runtuh, baringkan sangkarku di tanah,
Buanglah sang jimat, itu hanyalah sebuah kenang2an, tidak lebih
Sampingkan jubahku, itu hanyalah baju luar ku,
Letakkan semua itu dalam kubur, biarkanlah terlupakan
Aku telah melanjutkan perjalananku dan kalian semua tertinggal.
Rumah kalian bukanlah tempat ku lagi.
Janganlah berpikir bahwa mati adalah kematian, tapi itu adalah kehidupan,
Kehidupan yang melampaui semua mimpi kita disini,
Di kehidupan ini, kita diberikan tidur,
Kematian adalah tidur, tidur yang diperpanjang
Janganlah takut ketika mati itu mendekat,
Itu hanyalah keberangkatan menuju rumah yang terberkati ini
Ingatlah akan ampunan dan cinta Tuhanmu,
Bersyukurlah pada KaruniaNya dan datanglah tanpa takut.
Aku yang sekarang ini, kau pun dapat menjadi
Karena aku tahu kau dan aku adalah sama
Jiwa-jiwa yang datang dari Tuhannya
Badan badan yang berasal sama
Baik atapun jahat, semua adalah milik kita
Aku sampaikan pada kalian sekarang pesan yang menggembirakan
Semoga kedamaian dan kegembiraan Allah menjadi milikmu selamanya.