Ketika Tiba Saat Berbuka Puasa
Ada seorang Yogis (Ahli Yoga) mengajak seorang Pendeta bersekongkol
akan memperdaya iman Abu Nawas. Setelah mereka mencapai kata sepakat,
mereka berangkat menemui Abu Nawas di kediamannya. Ketika mereka datang
Abu Nawas sedang melakukan sholat Dhuha.
Setelah dipersilahkan masuk oleh istri Abu Nawas mereka masuk dan
menunggu sambil berbincang-bincang santai. Seusai sholat Abu Nawas
menyambut mereka. Abu Nawas dan para tamunya bercakap-cakap sejenak.
“Kami sebenarnya ingin mengajak engkau melakukan pengembaraan suci.
Kalau engkau tidak keberatan bergabunglah bersama kami.” kata Ahli Yoga.
“Dengan senang hati lalu kapan rencananya?” tanya Abu Nawas polos.
“Besok pagi.” kata Pendeta.
“Baiklah kalau begitu kita bertemu di warung teh besok.” kata Abu Nawas menyanggupi. Hari berikutnya mereka berangkat bersama. Abu Nawas mengenakan jubah seorang Sufi. Ahli Yoga dan Pendeta memakai seragam keagamaan mereka masing-masing.
“Dengan senang hati lalu kapan rencananya?” tanya Abu Nawas polos.
“Besok pagi.” kata Pendeta.
“Baiklah kalau begitu kita bertemu di warung teh besok.” kata Abu Nawas menyanggupi. Hari berikutnya mereka berangkat bersama. Abu Nawas mengenakan jubah seorang Sufi. Ahli Yoga dan Pendeta memakai seragam keagamaan mereka masing-masing.
Di tengah jalan mereka mulai diserang rasa lapar karena mereka memang sengaja tidak membawa bekal,
“Hai Abu Nawas, bagaimana kalau engkau saja yang mengumpulkan derma guna membeli makanan untuk kita bertiga. Karena kami akan mengadakan kebaktian.” kata Pendeta.
“Hai Abu Nawas, bagaimana kalau engkau saja yang mengumpulkan derma guna membeli makanan untuk kita bertiga. Karena kami akan mengadakan kebaktian.” kata Pendeta.
Tanpa banyak bicara Abu Nawas berangkat mencari dan mengurnpulkan
derma dari dusun satu ke dusun lain. Setelah derma terkumpul, Abu Nawas
membeli makanan yang cukup untuk tiga orang. Abu Nawas kembali ke
Pendeta dan Ahli Yoga dengan membawa makanan.
Karena sudah tak sanggup menahan rasa lapar Abu Nawas berkata, “Mari segera kita bagi makanan ini sekarang juga.”
“Jangan sekarang. Kami sedang berpuasa.” kata Ahli Yoga.
“Tetapi aku hanya menginginkan bagianku saja sedangkan bagian kalian terserah pada kalian.” kata Abu Nawas menawarkan jalan keluar.
“Akan tidak setuju. Kita harus seiring seirama dalam berbuat apa pun.” kata Pendeta.
“Betul aku pun tidak setuju karena waktu makanku besok pagi. Besok pagi aku baru akan berbuka.” kata Ahli Yoga. Bukankah aku yang engkau jadikan niat pencari derma Dan derma itu telah ku tukar dengan makanan ini. Sekarang kalian tidak mengizinkan aku mengambil bagian sendiri. Itu tidak masuk akal.” kata Abu Nawas mulai merasa jengkel.
“Jangan sekarang. Kami sedang berpuasa.” kata Ahli Yoga.
“Tetapi aku hanya menginginkan bagianku saja sedangkan bagian kalian terserah pada kalian.” kata Abu Nawas menawarkan jalan keluar.
“Akan tidak setuju. Kita harus seiring seirama dalam berbuat apa pun.” kata Pendeta.
“Betul aku pun tidak setuju karena waktu makanku besok pagi. Besok pagi aku baru akan berbuka.” kata Ahli Yoga. Bukankah aku yang engkau jadikan niat pencari derma Dan derma itu telah ku tukar dengan makanan ini. Sekarang kalian tidak mengizinkan aku mengambil bagian sendiri. Itu tidak masuk akal.” kata Abu Nawas mulai merasa jengkel.
Namun begitu Pendeta dan Ahli Yoga tetap bersikeras tidak mengizinkan
Abu Nawas mengambil bagian yang menjadi haknya. Abu Nawas penasaran. Ia
mencoba sekali lagi meyakinkan kawan-kawannya agar mengijinkan ia
memakan bagianya. Tetapi mereka tetap saja menolak. Abu Nawas benar-
benar merasa jengkel dan marah. Namun Abu Nawas tidak memperlihatkan
sedikit pun kejengkelan dan kemarahannya.
“Bagaimana kalau kita mengadakan perjanjian.” kata Pendeta kepada Abu Nawas.
“Perjanjian apa?” tanya Abu Nawas.
“Kita adakan lomba. Barangsiapa di antara kita bermimpi paling indah maka ia akan mendapat bagian yang terbanyak yang kedua lebih sedikit dan yang terburuk akan mendapat paling sedikit.” Pendeta itu menjelaskan.
“Perjanjian apa?” tanya Abu Nawas.
“Kita adakan lomba. Barangsiapa di antara kita bermimpi paling indah maka ia akan mendapat bagian yang terbanyak yang kedua lebih sedikit dan yang terburuk akan mendapat paling sedikit.” Pendeta itu menjelaskan.
Abu Nawas setuju. Ia tidak memberi komentar apa-apa. Malam semakin
larut. Embun mulai turun ke bumi. Pendeta dan Ahli Yoga mengantuk dan
tidur. Abu Nawas tidak bisa tidur. Ia hanya berpura-pura tidur. Setelah
merasa yakin kawan-kawannya sudah terlelap Abu Nawas menghampiri makanan
itu. Tanpa berpikir dua kali Abu Nawas memakan habis makanan itu hingga
tidak tersisa sedikit pun. Setelah merasa kekenyangan Abu Nawas baru
bisa tidur.
Keesokan hari mereka bangun hampir bersamaan. Ahli Yoga dengan wajah
berseri-seri bercerita, “Tadi malam aku bermimpi memasuki sebuah taman
yang mirip sekali dengan Nirwana. Aku merasakan kenikmatan yang belum
pernah kurasakan sebelumnya dalam hidup ini.”
Pendeta mengatakan bahwa mimpi Ahli Yoga benar-benar menakjubkan.
Betul-betul luar biasa. Kemudian giliran Pendeta menceritakan mimpinya.
“Aku seolah-olah menembus ruang dan waktu. Dan ternyata memang benar.
Aku secara tidak sengaja berhasil menyusup ke masa silam dimana pendiri
agamaku hidup. Aku bertemu dengan beliau dan yang lebih membahagiakan
adalah aku diberkatinya.”
Ahli Yoga juga memuji-muji kehebatan mimpi Pendeta Abu Nawas hanya
diam. Ia bahkan tidak merasa tertarik sedikitpun. Karena Abu Nawas belum
juga buka mulut, Pendeta dan Ahli Yoga mulai tidak sabar untuk tidak
menanyakan mimpi Abu Nawas.
“Kalian tentu tahu Nabi Khidir. Beliau adalah seorang mahaguru para
sufi. Tadi malam aku bermimpi berbincang-bincang dengan beliau. Beliau
menanyakan apakah aku berpuasa atau tidak. Aku katakan aku berpuasa
karena aku memang tidak makan sejak dini hari Kemudian beliau menyuruhku
segera berbuka karena hari sudah malam. Tentu saja aku tidak berani
mengabaikan perintah beliau. Aku segera bangun dari tidur dan langsung
menghabiskan makanan itu.” kata Abu Nawas tanpa perasaan bersalah secuil
pun.
Sudah Seminggu [Tidak] Berpuasa
Seorang ibu agak gelagapan ketika mendapat pertanyaan tiba-tiba dari
anaknya, Bedul, 4 tahun, “Ibu kok sudah seminggu ini nggak puasa sih.
Ntar dosa lho…”
“Mmm… Ibu sedang mendapat keringanan dari Allah.”
“Keringanan gimana maksudnya, Bu?”
“Seorang wanita itu biasanya sebulan sekali memperoleh keringanan boleh tidak puasa selama kira-kira satu minggu.”
“Ooo…begitu ya, Bedul kira ibu sedang Haid….!!!”
Tugas Kliping Gambar Orang Beribadah
Ketika si Nanang (bukan nama sebenarnya) masih duduk di bangku SD, ia
mendapat tugas kliping dari guru PMP-nya (PMP, Pendidikan Moral
Pancasila. Sekarang menjadi pelajaran Kewarganegaraan).
“Coba kalian kliping gambar atau foto orang yang sedang menjalankan
ibadah sesuai agamanya masing-masing. Kumpulkan minggu depannya”,
perintah Ibu Guru kepada Nanang dan kawan-kawannya.
Seminggu berlalu, rupanya si Nanang lupa akan tugasnya. Hari itu, Ibu
guru PMP pun menyuruh Nanang dan kawan-kawannya mengumpulkan tugas
kliping.
Si Nanang pun kelabakan. Segera ia mengambil pas foto dirinya dari
tasnya, dan menempelkannya di selembar kertas dan memberikannya judul
”Tugas Kliping Gambar Orang Beribadah”.
Ibu guru PMP pun memeriksa tugas murid-muridnya. Ketika sampai di
meja si Nanang, Ibu guru tersebut pun marah. “Apa maksudnya kamu
menempel foto kamu sendiri di lembar tugas kliping ini?, tanya Ibu guru
gusar.
Nanang pun dengan tenang menjawab, ”Ini gambar orang sedang beribadah Bu, ibadah puasa”, tandas si Nanang.
(KH. Mustofa Bisri)
(KH. Mustofa Bisri)
Request Pendengar Radio di Bulan Puasa
Seorang pendengar Radio ABCD sedang terlibat percakapan via telepon dengan sang penyiar sekitar pada pukul 16.04 sore:
Pendengar : “Hallo radio ABCD?”
Penyiar : “Betul, dengan siapa niiiy?”
Pendengar : “Dengan Anggi.. Boleh request gak?”
Penyiar : “Boleh… Anggi mau request apa?”
Pendengar : “Tolong puterin Adzan Magrib dong!!”
Penyiar : “!!!!????”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar